Singgah di Jabu Sihol Lalu Berguru di Sianjur Mula Mula
Seni & budaya
diupload oleh Jamrud

Jika kita merencanakan bepergian denga nwaktu cukup panjang dan menginginkan paket lengkap mulai dari pesona alam, pantai, gunung, budaya, adat hingga kuliner, mungkin Sumatera Utara bisa menjadi alternatif pilihan yang pas. Siapa tak kenal pesona Danau Toba? Danau kaldera terluas di Asia Tenggara itu menyimpan banyak pesona yang tersembunyi di dalamnya. Tak heran, jika pemerintah menobatkannya sebagai salah satu dari 10 destinasi wisata prioritas tahun 2016. Saya kali ini mungkin tidak akan menceritakan keindahan danau yang pada awal terbentuknya memusnahkan salah satu spesies hewan purba ini. Saya hanya akan berbagi sekeping sisi lain dari perjalanan menuju sana.
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, jika perjalanan dari Deli Serdang (Bandara Kualanamu) hingga Danau Toba ini memakan waktu cukup lama, yakni 5-6 jam. Untuk itu, biasanya banyak pengunjung yang memilih singgah sebentar di Pematang Siantar. Jarak Pematang Siantar ke Danau Toba yang cukup dekat, menjadikannya tepat sebagai tempat singgah sebelum berekslplorasi ke Pulau Samosir.
Banyak pilihan tempat singgah di Pematang Siantar. Namun, berkat kecanggihan yang ditawarkan media sosial sekarang, bersualah saya tanpa sengaja pada satu tempat singgah yang tanpa bayar. Lumayan, dapat meminimalisir pengeluaran. Jabu Sihol namanya.
Rumah Singgah Jabu Sihol
Jabu Sihol merupakan rumah singgah independen dengan fasiltas yang nyaman, khususnya bagi Anda para pejalan. Walaupun tanpa bayar, ada syarat yang mesti dilakukan. Tapi tenang saja, syaratnya sangat mudah malah justru membawa faedah. Ya, kita hanya diminta untuk menyumbangkan dua buah buku. Satu buku baru atau layak pakai seperti novel, komik, ensiklopedi, biografi, dan sejenisnya yang akan dipajang di ruang baca Jabu Sihol dan satu lagi buku bacaan baik baru atau bekas layak pakai, mulai dari SD sampai SMA untuk disumbangkan di perpustakaan sekolah dan rumah belajar di Pulau Samosir. Lumayan-kan, sudah gratis ada pahala yang juga menanti.
Dalam bahasa Batak, Jabu berarti rumah dan Sihol berarti rindu. Harapan pemiliknya, Jabu Sihol dapat menjadi pengingat rumah pulang setelah lelah berpetualang. Ide “berbagi untuk berbagi” ini didapat Daniel Tua Ompusunggu, pemilik Jabu Sihol, dari pengalamannya sebagai pejalan. Pemuda Batak yang memilih kembali ke kampung halaman setelah bertahun hidup merantau di tanah Jawa, untuk ikut berkontribusi kepada masyarakat ini, selalu merasa memiliki “hutang budi” pada setiap pemilik rumah yang dengan senang hati diasinggahi selama ia berpergian.
Kontribusi pada kehidupan sosial tak hanya dilakukan Daniel sendirian, karena ia juga menawarkan pada setiap pengunjung yang datang. Seperti misal mengajak untuk memberikan sumbangan buku tersebut secara langsung ke sebuah rumah belajar di Sianjur Mula Mula, Pulau Samosir.
Rumah Belajar Sianjur Mula Mula
Sama halnya dengan Jabu Sihol, Rumah Belajar Sianjur Mula Mula ini berdiri atas inisiasi pribadi. Dukungan dari komunitas sekitar, membuat rumah belajar ini dapat bertahan hingga kini. Adalah Nagoes Puratus Sinaga yang tergerak untuk dapat melestarikan budaya Batak dan lingkungan sekitar. Bekerjasama dengan karang taruna setempat, rumah belajar ini memiliki mimpi untuk terus membangun kampung agar dapat maju seiring perkembangan waktu.
Di rumah belajar ini, kita dapat melihat aktivitas belajar yang menyenangkan. Pengajar yang ada adalah anggota karang taruna ataupun para relawan. Jadi, jika Anda tertarik untuk mengisi kelas disini, tentu akan lebih menyenangkan. Tak melulu harus bicara pelajaran di sekolahan, karena ilmu dapat ditularkan melalui berbagai hal, seperti cerita atau belajar keterampilan tertentu misalnya. Oleh karenanya, tak heran jika di dalam rumah belajar ini banyak ditemukan buah karya anak-anak hasil suguhan ketrampilan yang diberikan dipajang langsung di ruangan.
Rumah Belajar Sianjur Mula Mula ini terletak di Desa Hutabalian, Pulau Samosir. Desa Hutabalian ini akan dikembangkan menjadi Desa Wisata yang pada tanggal 10 September 2016 mulai diresmikan. Pengunjung yang datang akan dimanjakan dengan suasana yang masih sangat alami dan gelaran permadani sawah yang terbantang luas, dilengkapi dengan rumah-rumah adat Batak yang masih asli. Semua ini tak lepas dari dukungan komunitas dan juga masyarakat yang masih peduli dengan lingkungan sekitarnya.
Selama berjumpa dengan mereka, saya menarik benang merah yang kuat tentang makna berbagi. Ya, kita tidak akan pernah rugi jika mau berbagi. Dengan berbagi, banyak hal justru dapat kita tuai dan temui. Salah satunya adalah kepekaan kita dalam merasa. Menjadi peka menjauhkan diri dari sifat apatis nan acuh yang mengokohkan dinding individualisme tak bersekat, ciri warga urban yang banyak muncul di masyarakat.
Daniel dan Nagoes adalah segelintir pribadi yang mau meletakan kemewahan dengan segala bentuk kenyamanan yang selama ini telah mereka dapat.Demi berjibaku membangun basis kuat pada lingkungan setempat. Saya teringat pada salah satu kutipan Pramoedya Ananta Toer, bahwa hidup adalah sederhana, yang hebat-hebat hanya tafsirannya. Menyederhanakan impian hebat sesungguhnya sesederhana mulai bergerak. Bukan hanya merengek, apalagi hanya berkeluh pada jaman. Saya pun belajar. Banyak. Dari Mereka. Benar pula kata Aristoteles, educating the mind without educating the heart is no education at all. Mahatma Gandhi juga pernah mengingatkan, “The best way to find yourself is to lose yourself in the service of others”. (Kalimas)